085653535++ ridwanname@gmail.com
Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan

Rabu, 19 Maret 2014

Sisi gelap pertumbuhan

Pagi itu di sebuah di sebuah kantin yang terletak di bilangan kampus, saya  memesan teh hangat. Pagi, tentu enak menikmati secangkir teh hangat sambil membaca koran saya menyerumput teh itu.  Namun, saya merasakan rasa yang berbeda. Teh itu terasa payau. Manisnya bercampur dengan rasa asin. Ternyata tidak hanya berwudhu atau mandi saya merasakan air payau, tetapi merembet ke minuman teh saya. Air teh itu tidak saya habiskan karena tersa mual justru datang dan membuat gairah minum teh jadi sirna.
Dalam beberapa waktu belakangan air ledeng berubah jadi payau . kalau teh yang saya minum itu rasanya juga payau, apakah ada hubungan dengan  air ledeng? Saya tidak berprasangka kanti itu jelek. Ya barangkali kantin itu memasak atau mencuci dengan air ledeng. Tapi yasudahalh walau kecewa saya jadi terinpirasi membuat tulisan itu.
Saya teringat satu buku yang saya baca judulnya titik balik peradapan yang di tulis fritjof capra. Di dalam buku itu ada ada tulisan yang menarik yang mengupas tentang sisi gelap pertumbuhan. Saya coba mengulasnya sesuai dengan pemahaman saya dan kemudian sa ya kaitkan dengan pengalaman saya.
Pertumbuhan teknologi dalam rangka mengejar produktivitas telah menyebabkan suatu lingkungan dimana kehidupan menjadi tidak sehat. Kaum indutrialis mempropagandakan kemajuan kemajuan dan kemamkmukmaran namun di sisi-sisi gelapya di kesampinkan.kerusakan belakangan ini sudah begitu nampak di depan mata. Banjir,tercemarnya iar,krisis air, polusi udara, dan sebagainya. Capra sendiri lebih bnyak memberikan contoh bagaimana bahsaya nuklir bagi kehidupan manusia. Dan bahkan mengamcam eksententsi manusia. Bila skala bencana yang begitu besar di indonesia contoh bencan yang nampak adalah bencana lumpur panas di jawa timur karea hasrat pengusaha mendapatkan untung besar dan melupakan adanya bencana.
Menurut capra, hal ini ada juga hubungannya dengan pandangan yang di anut oleh ilmuan yang secara runtun lebih menekankan pikiran dab pandangan ang mekanistik ala dascartas dam mewonian. Bahwa dua materi din panang sebagai   kumpulan onjek-objek ang terpisah yang di rakit menjadi sebuah mesin raksasa. Lebih ringkasnya ,hewan , tumbuhan dan segala yang ada di alam sekitar kita adalah mesin. Mesin-mesin inilah yang di pandang sebagai aset.  Produksi yang bisa menghasilkan ke untungan ekonomis.
 Ketika prosuksi di kejar dan di kosumsi semakin meningkat,teknologi juga semakin di tingkatkan. Namun hal ini mengakibatkan telah membuat ketidakseimbangan di alam ini. Karena ekploitasi alam secara berlebihan. Dalam sebuah sistem alam, bila ada satu kerusakan pada komponen A bisa saja berakibat pada komponen B, komponen B mempengaruhi komponen C dan seterusnya. Pernahkan merenungkan bahwa apa yang telah manusia perbuat terhadap dunia ini yag begitu berlebihan> sayangya sisi negatifnya ini tidak mendapatkan proporsi yanng cukup untuk di bahas atau mendapatkan perhatian.
Lantas apa hubungannya pemgalaman saya di atas dengan apa yang di atas dengan apa yang di tulis  oleh fijrof capra? Deman huri juga pernah menulis dalam koran krisis air. Saya mencoba mengargumentasiknya, namun dalam kajian ysng lebih singkat ang di ulas frijof capra. Secara tidak langsung adalah fenomena sisi gelap pertumbuhan yang di kejar-kejar oleh pemerintah selama ini.
Laju siknifikan terhadap berkurangya perpohonan pengikat air . lantas hutan yang terbuka, membuat titik air langsung meluncur ke sungai, lantas ke laut. Erosi yang terjadi karena tanah yang di bawa oleh air ang mengalir mebuat sendimetasi. Sungai pun menjadi dangkal. Pada musim kemarau, volume air berkurang karena sudah terlepas ke laut sungai yang tawar kemudian berubah menjadi air asin, yang kemudian karena sulitnya iar, terpaksa juga di kosumsi dan membuat teh yang saya minum itu . ini hana bagian kecil saja dari keluruhan ketidaseimbangan itu.
Nafsu keserakahan untuk emnguasai alam ini telah membuat sebagianorang-orang bermodal melupakan kelestarian alam,  merupakan bencana , melupakan bagaimana nasib anak cucu nanti. Tidak hanya soal ekologis, karena mengejar pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan adana kesenjangan yang begitu besar antara kaya da miskin. Pada satu sisi ada manusia-manusia nan kaya harta yang melimpah ruah , namun sisi lain lebih bnyak manusia ang kelaparan karena kemiskinan yang luar biasa . ada orang denga mesian mesin produksinya mampu meraup keuntungan berlipat-lipat namun sebaliknya lebih bnyak manusia yang di rugikan .
Titik balik pemikiran
Kini , kita dhadapkan  pada sebuah realitas bahwa alam telah menjadi sekarang ini. Tinggal bagaimana  harus melakukan pemikiran ulang cara pemanfaatkan dan pengolahan alam dan lingkungan. Ttentu bukan hal ang mudah. Apalagi di saat ini tampaknya para pemikir besar pun seperti tak mampu memecahkan persoalan-persoalan yang din hadapi manusia ini
Barangkali yang di katakan Dr Aswandi suatu ketika saat saya coba diskusi dengan beliau< “dasarnya ada di hati manusia perlu di bersihkan”. Teknologi akan tetap berkembang namun harus di sertai moralitas, etika dan keimanan para pemegang teknologi itu.
Soal teh terasa payau? Terus terang, saya tidak ingin terus meminungya. Belum lagi jika iar sungai kapuas tercemar oleh berbagai bahan kimia. Hah, semkain mula saja rasanya. Tentu anda tidak mau bukan>>>..

Hers..
No comments

Jumat, 14 Maret 2014

merindukan toleransi

Pak suto bukan seorang muslim, ia eorang kristen yang taat. Namun ia punya anak asuh seorang muslim. Di angakatnya si anak itu karena keluarganya kurang mampu dan disekolahkannya dari SMP hingga SMA. Tidak hanya sampai disitu, setelah anak itu lulus MSA. Pak suto juga mencarikan pekerjaan . saat anak itu menikah,dia membuatkan resepsi pernikahan yang meriah. Setelah anak itu  asuhnya  tinggal dirumah suaminya.
Soal keyakinan tetap menjadi urusan masing –masing si anak tetap shalat, sementara  pak suto ke gereja. Saat idul Fitri si itu pulang kerumah orang tuanya  merayakanya disana. Sementara saat natal si anak membantu pak suto, mulai dari menyiapkan makanan sampai membersihkan rumah.
Cerita ini memang benar-benar terjadi. Saya dekat dengan pak suto dan anak asuhnya itu. Pak suto tinggal , disungai durian kecamatan kabupaten mempawah. Kini si anak asuh itu sudah punya anak dan sudah punya suami pegawai negeri.ia masih tetap menjalankan shalat.
Walau bukan seagama, namun pak suto mampu sekat-sekat yang sebagian orang menjadi tembok pemisah yang begitu tebal untuk saling menolong. Dalam hati saya masih menggumam, inilah yang di sebut toleransi.
Ada contoh lagi yang cukup menarik sebagai perbandingan, pada natal tahun lalu, di jakarta dan di beberapa daerah lain kita mendengar bahwa ormas-ormas islam turut mrngamankan perayaan natal. Misalnya saja seperti yang di lakukan banser nahdatul ulama (NU) yang menggerahkan anggotanya , turut menjaga beberapa gereja mengamankan perayaan natal.
Dua contoh di atas sungguh hal  yang sangat menyejukan. Sejuk , karena dalam beberapa tahun kita selalu mendengar kabar buruk: tentang bom bunuh diri.bom natal, pembakaran gereja, pembunuhan orang-orang karena agama, dan sebaganya kerukunan umat beragama tercoreng dan ini menjadi trauma bagi kita semua .
Apa yang di lakukan pak suto dan banser NU menjadi sebuah contoh yang mampu mengajarkan kita bahwa damai dan kasih sayang itu begitu menyejukan. mereka bisa memaknai apa itu toleransi. Toleransi memang tidak cukup hanya d ucapakan saja , juga tidak cukup hanya menjadi wacana. Namun toleransi membutuhkan perbuatan,juga ketulusan.
Tolerans menjadi kata yang sungguh bersahabat untuk didengar. Bersahabat, karena kata ini bila diwujudkan dalam kehidupan keharmonisan dengan beragam agama akan menciptakan keharmonisan dan perdamaian. Da bersahabat pula bila kata itu membuat kami. Tidak saling memusuhi apalagi membunuh, tiak pula membuat kita merasa menjadi yang paling benar dan menggap yang lain itu perlu di musnahkan. Kita membutuhkan kata-kata yang bisa membawa sejuk sekalian damai yang menyeruak dalam kehidupan kita.
Sudah lama kata inin hilang. Sudah lama pula kata ini hanya ada di kamus bahkan jadi pelajaran pendidikan pancasila belaka. Namun mengupa kata ini bersinggungan kehidupan masyarakat. Kita sering tidak toleran ketika menghadapi perbedaan.  Kita tidak bisa melihat ada sesuatu yang berbeda dari komunitas atau berbeda dengan ideologi yang kita anut.
Bagaiman konflik, pertumpahan darah sering terjadi karena masalah perbedaan ini. Kekerasan demikian pula sering menjad jadi, karena tak ada yang mau mengalah, dan masing-masing teguh bahwa kelompokna paling benar.
Ada sang liyan (the other) yang kita anggap sebagai orang yang perlu di musuhi. Sang liyan itu pula yang mesti kita jadikan pesaing utama, dan kemudian yang kita bicarakan adalah soal menang kalah. Kita selalu bersaing memperebutkan jumlah umat. Fanatisme sempit juga telah membuat kita semakin buta akan mana yang substanssif dan mana yang artisial (hanya di kulit luarnya) kita juga sering sempit dalam memandang persoalan yang ada dalam lingkungan kita.
Kita sering melihat bahwa suatu kelompok yang dominan tidak toleran kepada kelompok yang lebih kecil. Di indonesia? Kita juga sering menyaksikan. dalam berbagai  situasi ada saja kelompok –kelompok terntu yang ingin memaksakan kehendak , paham, dan klaim kebenaran mereka pada kelompok lain.
Kini kita dapatkan pembelajaran dari dua contoh tadi. Dengan sebuah keyakinan bahwa rasa damai akan lebih nyaman dari rasa gusar, persahabatan akan lebih baik dari permusuhan, dan iklas akan lebih baik dari dendam. Ttoh surga masih tetap akan ada. Sementara keyakinan ini bila tidak diasah dengan jiwa yang penuh kesejukan akan menjadi gersang, dan tentu akan membuat kita jauh dari surga.
Kta mestinya bisa saling berdampingan, dan itu bisa terwujud bila keegoan masing-masing sedikit di tekan. Bukankah kita bisa menjaga agar perbedaan itu sebagai rahmat, dan bukan sebaliknya sebagai penghancur?

heriyanto 
No comments