085653535++ ridwanname@gmail.com
Tampilkan postingan dengan label analisis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label analisis. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Maret 2014

Televisi dan bahaya anak

           
Televisi telah menjadi semacam sihir elektronik yang telah menyedot perhatian bnyak orang . televisi telah menjadi  “Tuhan”. Bayangkan, betapa kita saat ini tak bisa lepas dari benda yang bergambar ini.selama 24 jam televisi hadir dan bisa dengan mudah masuk ke ruang ruang keluarga ,membawa tontonan kekerasan,mistik, dan berbagai acara yang tidak mendidik untuk di tonton tidak hanya orang tua tetapi juga anak-anak.
           Namun kita (munkn) tak menyadari bahwa selama ini kita belum mampu memanfaatkan televisi dengan baik. Alih-alih memanfaatkana,kita justru menjadi korban. Korban yang selama waktu tak pernah menyadari bahwa ia adalah korban.
          Kita di hadapkan dengan sebuah realitas , bahwa , pertama stasiun televisi semakin bnyak dan dengan aneka program acara yang masuk ke ruang-ruang keluarga tanpa batas. Anak-anak dengan mudah bisa menonton suatu mata acara kendati pun itu tidak di peruntuhkan buat mereka. Kedua, tampaknya perhatian anak-anak memang lebih besar pada televisi di bandingkan dengan waktu mereka di habiskan untuk belajar. Tidak hanyak prestasi anak yang di khawatirkan menerun, tetapi juga ketidakmampuan oarang tua dalam mengarahkan anak-anak mereka . ketiga ada sebuah kekhawatiran bahwa televisi berdampak pada perilaku, sikap, penampilan, dan pada akhirnya membuat masa kanak-kanak hilang
Ariel heryanto dalam rubrik asal usul kompas pada 3 desember 2006 pernah membuat sebuah anekdot.                 Katanya , seluruh jagat raya ini seakan-akan hanya sebuah mata acara televisi. Kita tidak bisa keluar darinya meskipun sudah memastikan pesawat televisi. Ternyata televisi tidak hanya menyampaikan rekaman atau laporan peristiwa yang sebelumnya terjadi. Justru sebaliknya, khidupan nyata sehari-harina di rancang,ditata,da di jalani layaknya tayangan televisi yang pernah merekan tonton. Kita berkat,bersikap,dan berperilaku sesuai dengan acara televisi yang kita tonton.
          Semakin bnyak acara televisi  tidak lagi memperhatikan soal etika dan semakin banyak pula yamg tidak bersahabat bagi anak. Di beberapa tempat ramai di beritakan bahwa seorang anak tewas setalah di SmackDown dii televisi. Sayangya, hal ini selalu terulang dan baru disadari dampaknya setelah korban berjatuhan.
           Batasan seperti dalam undang undang penyiaran tidak di patuhi. Ada aturan namun, di abaikan. Selama ini program acar yang di buat production house itu keluar begitu saja tanpa mampu di bendung. Dan kita memang tidak berharap bnyak pada lembaga seperti  KPI.
          Pada dasarnya televisi sebagaimana media lain secara garis garis besar punya  4 fungsi: pendidikan, sosial control,informasi, dan entertaiment (baca:hiburan). Namun tampaknya fungsi terahirlah yang dominan. Media televisi telah menjadi media bisnis raksasa sebagai saluran untuk meraih profit sebesar besarnya.
         Televisi juga karena disana ada banak keuntungan , dan keuntungan itu juga karena kita menjadi penikmat televisi yang paling setia. Bagi televisi rating adalah segala-galanya . rating di hitung dari bnyaknya orang menonton. Semakin bnyak orang menonton semakin bnyak juga keuntungan yang mereka peroleh , karena para pemasang iklan akan rela membayar mahal untuk program acara televisi yang punya rating tinggi, tak peduli acara itu mendidik atau tidak.
      Kritikan Neil Postman
        Tidak ada yang lebih menentang televis selain Neil Postman, salah seorang filusuf komunikasi dan pendiidikan terbesar. Ia mengibaratkan televisi sebagai sihir elektronik . neil Postman mengatakan bahwa kita menghibur diri sampai mati.”kita belum mati namun kita akan memiliki otak ang hampa,” demikian kata-katanya yang saya ambil dalam buku 50 pemikir paling berpengaruh terhadap pendidikan. Jawaban ini merefleksikan “dunia” televisi serba cepat namun berpengaruh sangat hebat pada kehidupan kita. Televisi telah cara pikir, cara belajar, dan mengungkapkan diri kita.
         Bagi Postman, sistem komunkasi elektronik mederrn yang membuat waktu dan jarak tidak lagi berarti merupakan penganti yang buruk bagi abad eksposisi yang meliputi cara berpikirr,metode belajar, dan sarana pengungakapan. Pendidikan sedang bergeser dari mengajar sebagai proses dialog menuju mengajar sebagai proses kegiatan hibuaran.
         Pada satu sisi televisi juga dapat sebagai sumber informasi yang mengandung daya tarik yang besar dan sumber pengalaman belajar utama.namun perlu di catat,hal yang terlaksana bila program acaranya secara substansif di susun dengan baik.
         Postman juga sering mengingakan lewat tulisan tulisanya,dan mendesak dunia pendidikan untuk sadar akan hilangya masa kanak-anak. Baginya, jika kta terus terjebak dalam teknologi ,termasuk televisi , masa kanak-kanak sebagai struktur sosial akan hilang. Televisi juga telah menghilangkan perbedaan masa remaja dan masa anak-anak. Apalagi bila kemudian televisi membuat anak-anak berperilaku, berpempilan, dan bergaya seperti orang dewasa. Sementara itu orang tua malah menjaadi kekanak-kanakan.
Institusi sosial yang menurutnya  mampu dan cukup kuat untuk menahan hilangnya msa kanak-kanak adalah keluarga dan sekolah. Sekolah harus mampu membuat anak tetap bisa menikmati masa kanak-kanaknya.              Dan dari semua  itu peran keluarga  juga sangat besar. Dari keluarga anak-anak melalui proses kanak-kanak dan kemudian menuju kedewasaan. Namun tidak bisa di paksakan kedesaan itu muncul dengan sebuah tekanan . biarkan anak-anak menikmmati masa kanak-kanak mereka.
        Di kampung, saya benar-benar merasakan menjadi seorang anak.televisi waktu itu hanya ada TVRI. Saya tidak menghabiskan waktu menonton televisi,walau memang ada waktu sesekali menonton televisi. Keseharian saya di temukan untuk saat ini. Misalnya membuat mobil-mobilan bermain layangan dan mencari udang.
       Ada sebuah kenyataan yang barangkali akan sangat menentukan bagaimana anak ke depan, yaitu budaya instan. Tampakanya seorang anak kini dengan mudahnya mendapatkan barang yyang mereka inginkan. Televisi juga telah mengajarkan kepada anak untuk memilih mainanan yang begitu menggiurkan. Anak-anak tak mau lagi bersusah untuk membuat mainan mereka sendiri,seperti ketika saya masih kecil.
Padahal anak-anak jaman sekarang akan menjadi generasi penerus mendatang. Jika kemudian muncul nilai0nilai baru, apakah akan menggeser n ilai-nilai lama, saa kira hal ini perlu menjadi perhatian keluarga dan sekolah. Dua institut ini yang masih mampu mengarahkan anak untuk massa depana.  Dan denga begitu kita akan sadar bahwa sekolah perlu ada semacam evoluasi ulang. Sehingga kita tidak berpikiran , jangan-jangan sekolah jadi pengesah dari kemusnahan masa kanak-kanak dengan berbagai tekanan.

       Saya kira kita juga sepakat  bahwa televisi tetap di butuhkan dan bisa menjadi sumber informasi. Namun di sudut lain kita juga mesti waspada, karena  disana  ada sisi gelap yang bisa-bisa membawa kita pada kehancuran generasi penerus bangsa, karena kita tahu bahwa televisi adalah sebuah industri yang keberlangsunganya sangat di tentukan oleh para penontonya, maka untuk mengatisipasi pengaruh televisi bagi anak-anak adalah dengan mengontrol tayangan mana yang bisa mereka tonton dan mana ang tidak. Dan semua itu sangat di tentukan dalam sebuah keluarga.    
Hers.
No comments