Namun kita (munkn) tak menyadari bahwa selama ini kita belum
mampu memanfaatkan televisi dengan baik. Alih-alih memanfaatkana,kita justru
menjadi korban. Korban yang selama waktu tak pernah menyadari bahwa ia adalah
korban.
Kita di hadapkan dengan sebuah realitas , bahwa , pertama
stasiun televisi semakin bnyak dan dengan aneka program acara yang masuk ke
ruang-ruang keluarga tanpa batas. Anak-anak dengan mudah bisa menonton suatu
mata acara kendati pun itu tidak di peruntuhkan buat mereka. Kedua, tampaknya
perhatian anak-anak memang lebih besar pada televisi di bandingkan dengan waktu
mereka di habiskan untuk belajar. Tidak hanyak prestasi anak yang di
khawatirkan menerun, tetapi juga ketidakmampuan oarang tua dalam mengarahkan
anak-anak mereka . ketiga ada sebuah kekhawatiran bahwa televisi berdampak pada
perilaku, sikap, penampilan, dan pada akhirnya membuat masa kanak-kanak hilang
Ariel heryanto dalam rubrik asal usul kompas pada 3 desember
2006 pernah membuat sebuah anekdot. Katanya , seluruh jagat raya ini
seakan-akan hanya sebuah mata acara televisi. Kita tidak bisa keluar darinya
meskipun sudah memastikan pesawat televisi. Ternyata televisi tidak hanya
menyampaikan rekaman atau laporan peristiwa yang sebelumnya terjadi. Justru
sebaliknya, khidupan nyata sehari-harina di rancang,ditata,da di jalani
layaknya tayangan televisi yang pernah merekan tonton. Kita berkat,bersikap,dan
berperilaku sesuai dengan acara televisi yang kita tonton.
Semakin bnyak acara televisi
tidak lagi memperhatikan soal etika dan semakin banyak pula yamg tidak
bersahabat bagi anak. Di beberapa tempat ramai di beritakan bahwa seorang anak
tewas setalah di SmackDown dii
televisi. Sayangya, hal ini selalu terulang dan baru disadari dampaknya setelah
korban berjatuhan.
Batasan seperti dalam undang undang penyiaran tidak di
patuhi. Ada aturan namun, di abaikan. Selama ini program acar yang di buat
production house itu keluar begitu saja tanpa mampu di bendung. Dan kita memang
tidak berharap bnyak pada lembaga seperti
KPI.
Pada dasarnya televisi sebagaimana media lain secara garis
garis besar punya 4 fungsi: pendidikan,
sosial control,informasi, dan entertaiment (baca:hiburan). Namun tampaknya
fungsi terahirlah yang dominan. Media televisi telah menjadi media bisnis
raksasa sebagai saluran untuk meraih profit sebesar besarnya.
Televisi juga karena disana ada banak keuntungan , dan
keuntungan itu juga karena kita menjadi penikmat televisi yang paling setia.
Bagi televisi rating adalah segala-galanya . rating di hitung dari bnyaknya
orang menonton. Semakin bnyak orang menonton semakin bnyak juga keuntungan yang
mereka peroleh , karena para pemasang iklan akan rela membayar mahal untuk
program acara televisi yang punya rating tinggi, tak peduli acara itu mendidik
atau tidak.
Kritikan Neil Postman
Tidak ada yang lebih menentang televis selain Neil Postman,
salah seorang filusuf komunikasi dan pendiidikan terbesar. Ia mengibaratkan
televisi sebagai sihir elektronik . neil Postman mengatakan bahwa kita
menghibur diri sampai mati.”kita belum mati namun kita akan memiliki otak ang
hampa,” demikian kata-katanya yang saya ambil dalam buku 50 pemikir paling
berpengaruh terhadap pendidikan. Jawaban ini merefleksikan “dunia” televisi
serba cepat namun berpengaruh sangat hebat pada kehidupan kita. Televisi telah
cara pikir, cara belajar, dan mengungkapkan diri kita.
Bagi Postman, sistem komunkasi elektronik mederrn yang
membuat waktu dan jarak tidak lagi berarti merupakan penganti yang buruk bagi
abad eksposisi yang meliputi cara berpikirr,metode belajar, dan sarana
pengungakapan. Pendidikan sedang bergeser dari mengajar sebagai proses dialog
menuju mengajar sebagai proses kegiatan hibuaran.
Pada satu sisi televisi juga dapat sebagai sumber informasi
yang mengandung daya tarik yang besar dan sumber pengalaman belajar utama.namun
perlu di catat,hal yang terlaksana bila program acaranya secara substansif di
susun dengan baik.
Postman juga sering mengingakan lewat tulisan tulisanya,dan
mendesak dunia pendidikan untuk sadar akan hilangya masa kanak-anak. Baginya,
jika kta terus terjebak dalam teknologi ,termasuk televisi , masa kanak-kanak
sebagai struktur sosial akan hilang. Televisi juga telah menghilangkan
perbedaan masa remaja dan masa anak-anak. Apalagi bila kemudian televisi
membuat anak-anak berperilaku, berpempilan, dan bergaya seperti orang dewasa.
Sementara itu orang tua malah menjaadi kekanak-kanakan.
Institusi sosial yang menurutnya mampu dan cukup kuat untuk menahan hilangnya
msa kanak-kanak adalah keluarga dan sekolah. Sekolah harus mampu membuat anak
tetap bisa menikmati masa kanak-kanaknya. Dan dari semua itu peran keluarga juga sangat besar. Dari keluarga anak-anak
melalui proses kanak-kanak dan kemudian menuju kedewasaan. Namun tidak bisa di
paksakan kedesaan itu muncul dengan sebuah tekanan . biarkan anak-anak
menikmmati masa kanak-kanak mereka.
Di kampung, saya benar-benar merasakan menjadi seorang
anak.televisi waktu itu hanya ada TVRI. Saya tidak menghabiskan waktu menonton
televisi,walau memang ada waktu sesekali menonton televisi. Keseharian saya di
temukan untuk saat ini. Misalnya membuat mobil-mobilan bermain layangan dan
mencari udang.
Ada sebuah kenyataan yang barangkali akan sangat menentukan
bagaimana anak ke depan, yaitu budaya instan. Tampakanya seorang anak kini
dengan mudahnya mendapatkan barang yyang mereka inginkan. Televisi juga telah
mengajarkan kepada anak untuk memilih mainanan yang begitu menggiurkan.
Anak-anak tak mau lagi bersusah untuk membuat mainan mereka sendiri,seperti
ketika saya masih kecil.
Padahal anak-anak jaman sekarang akan menjadi generasi
penerus mendatang. Jika kemudian muncul nilai0nilai baru, apakah akan menggeser
n ilai-nilai lama, saa kira hal ini perlu menjadi perhatian keluarga dan
sekolah. Dua institut ini yang masih mampu mengarahkan anak untuk massa
depana. Dan denga begitu kita akan sadar
bahwa sekolah perlu ada semacam evoluasi ulang. Sehingga kita tidak berpikiran
, jangan-jangan sekolah jadi pengesah dari kemusnahan masa kanak-kanak dengan
berbagai tekanan.
Saya kira kita juga sepakat
bahwa televisi tetap di butuhkan dan bisa menjadi sumber informasi.
Namun di sudut lain kita juga mesti waspada, karena disana
ada sisi gelap yang bisa-bisa membawa kita pada kehancuran generasi
penerus bangsa, karena kita tahu bahwa televisi adalah sebuah industri yang
keberlangsunganya sangat di tentukan oleh para penontonya, maka untuk
mengatisipasi pengaruh televisi bagi anak-anak adalah dengan mengontrol
tayangan mana yang bisa mereka tonton dan mana ang tidak. Dan semua itu sangat
di tentukan dalam sebuah keluarga.
Hers.